Oleh: Gugun Ekalaya

Anda pernah lihat pria-pria dewasa, om-om, bapak-bapak bahkan juga ada kakek-kakek punya etalase berisi mainan-mainan? Mainan beneran loh bukan sex toys, bukan airsoft gun melainkan “mainan anak-anak” macam robot-robotan, replika superhero, boneka dll. Gimana reaksi anda (selaku orang kebanyakan hehehe) ketika tahu harganya banyak yang nggak murah?

Bwajigurrrr! Kok harganya nggak main-main?


Yesss…karena sebenarnya itu bukan mainan. Di dunia kolektor mainan, toys berarti collectible, sesuatu yang dikoleksi. Harganya ada yang cuma ribuan rupiah, ada yang nyampe jutaan. Tidakkah anda mikir kalo orang beli mainan seharga itu bener-bener nggak waras?
Hahaha emang sih kami-kami ini “nggak waras”.

Oke. Mari kita ngobrolin hal-hal tentang toys collecting yang bikin orang normal biasanya geleng-geleng kepala.

Toys dalam dunia kolektor mainan, ada beberapa. Setidaknya yang bisa saya sebut antara lain:
  • Action figure. Ini secara tegas dibedakan dengan “doll” atau boneka. Boneka itu buat cewek, kalo action figure (umumnya) buat cowok. Action figure memiliki sendi-sendi yang disebut artikulasi, jadi bisa digerakin buat berpose macem-macem.
  • Model kit. Robot-robotan macam Gundam. Ini beda loh ama robot-robotan yang emang buat mainan anak.
  • Model statue/figure. Patung karakter populer. Bedanya ama action figure, kalo action figure bisa digerakin, yang ini nggak. Cuman patung.
  • Diecast model. Itu tuh mobil-mobilan dari besi kayak Hotwheels.


Selain itu banyak lagi. Sedangkan cara memainkannya macam-macam. Antara lain yang saya tahu:
  • Buat dipajang dan dipamerkan. Ini paling banyak. Hampir semua kolektor mainan menaruh koleksinya di rak atau etalase. Bukan di box kayak anak kecil.
  • Buat dipotret. Ini berpadu dengan hobi yang lain lagi yaitu fotografi.
  • Dipegang-pegang, dirasain teksturenya. Yang jelas nggak buat wayang-wayangan kayak anak kecil. Kemahalan, Om hahaha


Banyak alasan orang koleksi mainan ginian. Ada yang suka film lalu suka action figure merchandisenya, ada yang suka disainnya, ada juga yang emang dari kecil dibeliin orangtuanya sehingga terbawa hingga dewasa.


Sekarang, apa sih pentingnya mainan “boneka” (jiahhh masih banyak yang nyebutnya boneka!) gini?
Sejak dari awal manusia membangun peradaban, manusia nggak lepas dengan yang namanya model figure atau patung karakter. Ini terlihat dari banyak  artefak purbakala berupa patung atau boneka kecil ditemukan. Konon dulunya, figure-figure itu untuk sesembahan. Makanya banyak figure berupa dewa-dewa. Namun juga ada figure yang menggambarkan manusia biasa sehari-hari. Jelas beda lah fungsi patung dewa ama patung mainan. Jadi bisa disimpulkan kalau bermain dengan patung (untuk selanjutnya kita sebut figure), adalah kegiatan rekreatif yang sudah ada sejak dulu.

Figure dari terracotta (tanah liat) berartikulasi
yang ditemukan di Yunani awal abad ke-5 Sebelum Masehi.
Figure dari gading (namun bertekstur mirip kayu) berartikulasi 
yang ditemukan di Grottarossa, Roma tahun 1964.


Manusia jaman dulu tentunya juga nggak perang atau berkembang biak melulu. Mereka juga menyalurkan energi kreatif dalam bentuk bermain dan membuat mainan. Ada yang berfungsi religius, ada juga yang murni rekreatif. Kalo jaman sekarang pastinya mainan nggak untuk disembah melainkan emang buat penyaluran energi reflektif dan kreatif. Nggak lucu dong nyembah action figure Naruto bikinan Bandai misalnya.

Adapun kalau kita masih lihat ikon-ikon agama berupa patung dewa atau orang suci, sudah beda dengan fungsi mainan yang kita kenal sekarang. Setidaknya antara patung religius dengan mainan biasa ada sedikit kesamaan. Yakni sebagai refleksi atau permodelan sebuah gagasan. Jadi kalo di kuil Hindu dan gereja Katolik ada patung itu menurut pengetahuan saya bukan untuk disembah melainkan sebuah simbol gagasan transendental. Ah, ini ada bahasannya sendiri lah...lebih njelimet dan saya lagi males ngebahas hehehe...

Back to dolanan!

Saya percaya manusia secara fisik dan psikis dikendalikan dan mengendalikan energi. Energi ini harus diarahkan. Bermain adalah refleksi sifat pencipta dan peniru dalam manusia. Itu tak dimiliki binatang. Adapun kalo sekarang kegiatan koleksi mainan sudah berevolusi sedemikian rupa, jelas karena penyesuaian perubahan peradaban.Energi harus disalurkan, apalagi jika kebudayaan peradaban sudah jauh berubah. Sekarang ini kebanyakan orang koleksi mainan daripada membuatnya sendiri. Ini karena perubahan pola ekonomi. Daripada bikin kan gampangan beli hehehe.

Sebagai imbas dari energi kreatif, manusia kemudian punya kegiatan koleksi. Koleksi adalah kegiatan mengumpulkan benda yang dimaknai secara khusus oleh manusia.

Bermain dan koleksi mainan merupakan penyaluran insting terdalam manusia yang ingin merefleksikan gagasan. Figure-figure, model diecast dan semacamnya itu adalah sebuah “permodelan ide”. Manusia ingin melihat ide-ide dan fungsi dalam sebuah model. Misalnya gagasan sosok vigilante diwujudan dalam model karakter superhero. Sang kolektor tak puas hanya melihat idolanya dalam komik maupun film. Ia ingin sosok itu “nyata”, bisa dipegang dan dihayati. Jadilah action figure superhero. Action figure adalah simbol gagasan yang diidamkan.

Tak selalu superhero dan idola yang ingin digenggam oleh kolektor. Ada juga tokoh jahat, monster, hantu dll. Di sini kolektor ingin menggenggam model dari sebuah ide tentang kejahatan. Ada perasaan mengendalikan dan mungkin sedikit kekaguman. Makanya ada juga figure berupa tokoh jahat seperti Hannibal Lechter, Vampire dll.

Bagaimana dengan mainan diecast? Kurang lebih mirip. Sang kolektor ingin mendapat kesan wujud tentang gagasan kendaraan. Secara fungsional, ia sudah merasakan mengendarai kendaraan. Namunmengendarai sebagai gagasan bisa ia “genggam” dalam bentuk model. Bahkan kendaran yang sehari-hari ia tak bisa akses seperti pesawat luar angkasa, kendaraan perang dll.

Tentu saja saat kita koleksi dan bermain, kita nggak mikir terlalu njelimet soal filosofis tadi. Karena perasaan itu sudah integral dalam diri kita. Yang tersisa adalah asyiknya hehehe…. 

Arca Durga Mahisashuramardini dalam ruang utara
candi Siwa Prambanan yang dipercaya sebagai perwujudan Putri Rara Jonggrang.

Nah, saya jadi inget soal kisah Roro Jonggrang. Dikisahkan ia minta Bandung Bondowoso membuat candi sebanyak seribu buah sebelum mentari terbit. Bondowoso berhasil menunaikan tugasnya sehingga Jonggrang akhirnya terpaksa ngakalin dengan memukuli lesung, memalsukan pagi.

Kalok menurut ane, ngapain Jonggrang repot-repot minta dibuatin seribu candi? Berapa luas lahan yang diperlukan buat 1000 candi coba? Ntar kalo dituntut ama petani yang kena gusur gimana hayo? Mending dari awal suruh aja Bondowoso bikin action figure full articulated buat dirinya. Dijamin mumet tingkat quantum dah!

Jin mana yang kuat bikin action figure articulated dari batu pula?

Kecuali si jin diem-diem koleksi Hot Toys edisi andesit.

-----------------


Sumber pranala luar:
Emang gimana caranya berdoa yang mujarab?

Sorry, guys…artikel ini tidak hendak menjabarkan dari sudut pandang agama yang klasik ya. Jadi ya mohon maaf kalo kurang memenuhi selera teman-teman tertentu hehehe
So…apa dan gimana cara kita berdoa?

Bagi sebagian orang, doa adalah sekadar meminta dan lalu dikabulkan. So simple? Ya. Mirip meminta sesuatu pada Tuhan lalu Tuhan memberi. Terus apakah bisa kita berdoa tapi tanpa berusaha?

Pasti jawabnya, “Nggak bisa!”

Lho gimana sih? Udah minta kok masih disuruh berusaha?    

               
Kalo saya mengibaratkannya kayak gini. Umpamakan kita adalah anak yang meminta pada ibu.

Suatu hari kita ngomong ke Ibu kita, “Bu, minta jajan!”

Ibu lantas bilang, “Kamu beresin dulu kamarmu, sapu lantainya, ntar Ibu kasih duit kamu beli sendiri di warung sana.”

Jadi Ibu nggak ngasih langsung duit atau jajan melainkan memberikan prasyarat hehehe
Bagi saya doa tidak sama dengan meminta. Doa adalah upaya sinkronisasi kehendak, harapan, usaha dan peluang. Kalo empat hal itu (kehendak, harapan, usaha dan peluang) itu sinkron maka yang diinginkan akan terkabul. Karena itu doa selalu tak bisa lepas dari usaha.

Doa adalah sikap mental menyelaraskan diri biar sinkron. Makanya ada satu teori yang bilang bahwa mengolah fisik (lewat meditasi dan pernapasan) juga bisa membantu doa. Lhah kok malah jadi klenik?

Enggaaak! Ini masih logis. Karena fisik yang sehat akan menyinkronkan alat-alat usaha. Organ tubuh kan termasuk “alat usaha” hehe bayangkan jika fisik nggak sehat kan rejeki bakal susah mampir. Iya to?

Nah meditasi, pernapasan, olah tubuh ato apalah itu bisa bikin badan nyaman, fikiran fokus dan pada ujungnya akan “mengundang hal-hal baik”.

Berdoa adalah soal menyelaraskan kecukupan syarat. Kecukupan syarat apa? Ya, kecukupan syarat agar doa kita terkabul. Itulah yang namanya peluang. Tanpa peluang kan semua tak bisa terjadi. Membuat peluang yang ada menjadi semakin besar tentu saja bukan hal yang mudah. Perlu ada usaha dan sinkronisasi.

Pikiran yang positif juga sebuah syarat untuk sinkronisasi. Karena konon kalo pikiran ruwet, “vibrasi” (waduh benda apaan ini? Hehe) akan mengundang hal-hal nggak bagus. Makanya pikiran harus lepas dan lega. Itulah kenapa kok kadang doa udah minta seserius mungkin, sambil nangis-nangis, bahkan usaha juga udah lebih tapi kok belum terkabul.

Saya kalo berdoa biasanya tidak terang-terangan meminta melainkan menegaskan keinginan akan kecukupan syarat. Jadi salah satu lafal doa saya adalah, “Saya dalam upaya mensinkronkan semua unsur pengabul keinginan saya, duh Gusti Allah berikan saya kecukupan syarat dan bla bla bla…”


Ada sih teknik-teknik detailnya. Sejauh ini 80% manjur untuk hal-hal kecil. Nah, saya lagi eksperimen untuk hal-hal yang lebih besar hehe. Nanti saya kabarin kalo sudah dapat.
 
Copyright © 2015    LABILGAIB
Distributed By Gooyaabi Templates